"Pergaulan yang buruk (jahat) merusakkan kebiasaan 

 yang baik" - Santo Paulus


"Didiklah orang muda menurut jalan yang patut 

 baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan 

 menyimpang dari pada jalan itu" - Raja Salomo


Di tengah kesibukan kerja, berumah tangga, bermusik, mengetik, dan bermain (eh, perlu juga loh .. just to keep us sane and balance :D), saya mencoba setidaknya mengetikkan dahulu judul dari inspirasi yg Saya terima dari Tuhan kita yg penuh kasih & yg selalu penuh ide dlm mengungkapkannya.

Yup, Saya mengawali inspirasi ini dgn menuliskan dahulu judulnya beberapa hari yang lalu di blackberry note supaya janji Saya utk mengganggu keteraturan hidup Anda tidak termentahkan oleh suatu kata yg penuh kuasa .. "lupa" haha.

Tepatnya di suatu malam sepulang kerja, saya mampir untuk berbelanja di sebuah "mart" dekat rumah.  Sekembalinya saya ke sepeda motor, Saya berniat buru-buru pulang & "ga pakai repot", so Saya memutuskan utk menggantung sejenak-untuk kali ini saja- helm Saya di gantungan yg terpasang di bodi kendaraan.

Tapi koq aneh ya?  Ada semacam perasaan tdk tenang, seolah ada sesuatu yg tidak pas, ada yg salah .. Saya mencoba menyelidiki perasaan sendiri lebih dalam, maklum pria, tdk bisa lekas menerima perasaan sebelum bisa dijelaskan menjadi pemikiran.

"Apa ini yg namanya firasat buruk ya?  Jangan2 kalau tidak pakai helm bisa celaka .. Ah masa sih? Ini kan sudah dekat sekali dengan rumah.  Apa sih yang bisa terjadi?  Saya toh tidak akan cepat2 seperti di jalan raya .."  (padahal sih 
cara berkendara cepat Saya sering tdk kenal lokasi, cepat lho ya, bukan ngebut & asal :D *defense.com*)

Namun saat momen itu datang (yg biasanya tidak sampai satu detik) Saya tahu dan tahu dan tahu (ini ungkapan lho ya, bukan salah ketik krn kram jari), Saya tahu Beliau sedang ingin mengajarkan sesuatu untuk kita .. mulai dari Saya tentunya sebagai yg paling bandel :)

Terbayang wajah & tingkah putra mungil kami yg saat Saya menulis ini masih berusia tiga tahun.  Bagaimana ia biasa memanggil "papa!" dgn penuh semangat sambil berjoget2 kecil dgn polosnya.  Saat itu juga Saya tersadar, bukan peringatan bahaya yg ingin Tuhan sms-kan pada saya melainkan pertanyaan singkat ini:

"Inginmu kira2 seperti apa jadinya anakmu?"

Saya tersentak, Saya tahu ini tidak mungkin, Beliau begitu sempurna dalam pengetahuan, tapi koq Saya bisa2nya memikirkan yg satu ini ya?  Saya pikir Tuhan sdg "lebay".

"Tuhan .. koq sampai segitunya? Ini kan cuma helm?  Cuma soal opsi pakai helm atau tidak."

"Tapi tidak ingatkah kamu, semua sifat, cara pikir, dan tindakan si kecil adalah hasil kontribusi keberadaanmu, baik 
atau buruk, yang kau sengaja agendakan atau tidak, yang kau lakukan atau tidak, yang kau katakan atau tidak katakan,
 itulah yg menjadikan dia pribadi seperti apa adanya kini?"
"Apakah kamu pikir perbedaan antara dia melihatmu pulang mengenakan helm atau tanpa helm tidak akan menjadi keping puzzle atau baut kecil yang akan menyusun kebiasaannya kelak."
"Sadarkah kamu bahwa keinginanmu utk melihat dia beranjak dewasa menjadi pria yg bijaksana dan menghargai diri dan keamanan jiwanya ditentukan apakah kau memakai atau melepas helm malam ini, salah satu dari 1000 malam ke depan, atau entah kapan?  Bukankah konsistensimu, kesetiaanmu pada yang benar lah yang akan mengokohkan pemahaman & kemampuannya menjunjung kebenaran pada waktunya nanti?"

Saya tertegun .. Saya menyerah. Ya, Beliau - seperti biasanya, dan selalu- BENAR.

Saya berkaca pada hati sendiri selama sisa perjalanan pulang.  Betapa ingin Saya melihat putra kami menjadi seorang yang berhasil sekaligus dihormati karena keluhuran hatinya.  Betapa Saya rindu melihat masyarakat di bangsa ini menjadi lebih dewasa, toleran, santun, disiplin, dan jujur.  Betapa Saya merindukan kesejahteraan umum, keamanan, transportasi dan lalu lintas yang lebih baik, pencegahan & mitigasi bencana yg lebih baik.
Ya, Saya harus memulai nya dari diri sendiri dahulu.  Memulai nya secara radikal.  Memulainya secara konsisten, tanpa bolong, tanpa toleransi akan hasil "kelas dua". 

Saya bangga dengan Anda, sahabat-sahabat Saya yang kurang lebih memiliki dambaan yg sama, meski sering ngomel2 karena belum menjumpainya .. Saya juga begitu lah :)  Ini artinya kita punya hati, potensi, dan pada waktunya kapasitas untuk menjadi Bapak2 dan Ibu2 bangsa, mulai dari pengajar dlm keluarga.  

Budaya kita banyak menyaksikan wanita sebagai pengasuh, namun ternyata kata bijak dalam kitab suci mengatakan bahwa para Bapak pun harus mendidik anak2 dlm kasih & kebenaran Tuhan dan jangan bangkitkan amarah di hati mereka.  So, dgn kata lain, banyak sekali cara utk menjadikan segalanya lebih baik, banyak cara untuk "mengajar", mengubah nilai, akhirnya mengubah hidup, dan pastinya itu bukan dgn represi dan kekerasan, bullying, kekerasan verbal, apalagi terror & intimidasi, tapi melalui kesetiaan dan kerelaan kita meminta Tuhan mengubah diri kita dahulu dan memampukan kita bersaksi lewat perubahan itu tanpa henti.

Pagi ini Saya tersenyum lebar & bangga ketikan putra kecil kami itu menjawab guru "sekolah minggu" nya yang hendak memberinya sebungkus kue yg bukan hak nya ..

"Udah dapat!" begitu katanya polos ..

Dua tahun lebih kami melatihnya untuk jujur, mengajar, melarang, menghukum, dan di atas segalanya berusaha keras MENCONTOHKAN padanya bagaimana itu JUJUR.

Semoga Tuhan yang Mahabenar itu, yang telah membenarkan kita, bukan dgn jasa kita, namun karena pengorbanan dan teladan-Nya, memampukan kita mengikuti jejakNya lewat helm, kue, dan hal-hal kecil lainnya.


Blessings,
a proud helmet owner

Felix Zhao